Posted by : SINAWANG PRINTING
Friday, May 17, 2019
Mahasiswa Turun Kejalan untuk Berdemontrasi
Pada 25 Oktober 1965 dibentuklah suatu wadah untuk menaungi kaum muda dan mahasiswa yang sangat yakin bahwa orang-orang PKI adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas tragedi tersebut. Wadah itu bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia alias KAMI
Secara resmi, KAMI akhirnya terbentuk. Organisasi baru ini ternyata menguat dengan cepat karena mendapat dukungan dari TNI Angkatan Darat, juga dari kalangan agama termasuk Pemuda Ansor dari Nahdlatul Ulama (NU), hingga para mantan anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI), Kemunculan KAMI segera diikuti oleh sejumlah wadah perhimpunan serupa seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), Keastuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan lain-lain.
Rombongan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) ini pun segera menjalankan misinya dengan turun kejalan menggelar rangkaian aksi demonstrasi.
Mereka mengajukan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura), yakni
(1) Bubarkan PKI;
(2) Rombak/bubarkan Kabinet Dwikora; dan
(3) Turunkan harga kebutuhan pokok.
Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai
pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka
mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei
1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara
Nababan.Dalam tahun 1972, mahasiswa juga telah melancarkan berbagai protes
terhadap pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk proyek-proyek
eksklusif yang dinilai tidak mendesak dalam pembangunan, misalnya terhadap
proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di saat Indonesia haus
akan bantuan luar negeri.
Protes terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun
1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi
memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 19744. Gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan isu
"ganyang korupsi" sebagai salah satu tuntutan "Tritura Baru" disamping dua
tuntutan lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga; sebuah versi
terakhir Tritura yang muncul setelah versi koran Mahasiswa Indonesia di
Bandung sebelumnya. Gerakan ini berbuntut dihapuskannya jabatan Asisten
Pribadi Presiden.
Perkembangan gerakan mahasiswa selanjutnya pada tahun 1978, yang dikenal
dengan peristiwa Buku Putih. Awalnya gerakan ini terjadi karena mahasiswa
mengkritik pemerintahan Soeharto selama 12 tahun. Pemerintahan Soeharto saat
itu terus menerus berlangsung kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah tanpa
adanya koreksi dari partai politik. Hal inilah yang mengakibatkan adanya
kesenjangan sosial yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari dimana adanya
rakyat kecil yang tertindas dan tekanan oleh kekuatan elite-elite politik, serta
menyebabkan perbedaan setatus yang menonjol dan berbagai praktek yang
merugikan rakyat kecil berlanjut tanpa dapat dicegah lagi.
Dengan melihat kondisi rakyat Indonesia saat itu maka timbulah beberapa
kelompok yang terdiri dari kalangan mahasiswa dan pihak universitas untuk
menentang kebijakan pemerintahan Soeharto, yang dilakukan dalam bentuk
diskusi dan aksi demonstrasi. Diskusi para mahasiswa pada tanggal 24-27
Oktober 1977 di Kampus ITB menghasilkan suatu rumusan tentang masalah
masalah kenegaraan yang mencakup bidang Ideologi, Politik, Ekonomi dan Sosial
Budaya serta penilaian terhadap kepemimpinan nasional. Namun, keputusan yang
paling berani dari pertemuan itu adalah lahirnya apa yang dikenal dengan ”Ikrar
mahasiswa Indonesia” yang jelas ditujukan sebagai ”serangan” terahadap
kepemimpinan nasional. Salah satu poin dari ”Ikrar mahasiswa Indonesia”
1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi
memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 19744. Gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan isu
"ganyang korupsi" sebagai salah satu tuntutan "Tritura Baru" disamping dua
tuntutan lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga; sebuah versi
terakhir Tritura yang muncul setelah versi koran Mahasiswa Indonesia di
Bandung sebelumnya. Gerakan ini berbuntut dihapuskannya jabatan Asisten
Pribadi Presiden.
Perkembangan gerakan mahasiswa selanjutnya pada tahun 1978, yang dikenal
dengan peristiwa Buku Putih. Awalnya gerakan ini terjadi karena mahasiswa
mengkritik pemerintahan Soeharto selama 12 tahun. Pemerintahan Soeharto saat
itu terus menerus berlangsung kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah tanpa
adanya koreksi dari partai politik. Hal inilah yang mengakibatkan adanya
kesenjangan sosial yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari dimana adanya
rakyat kecil yang tertindas dan tekanan oleh kekuatan elite-elite politik, serta
menyebabkan perbedaan setatus yang menonjol dan berbagai praktek yang
merugikan rakyat kecil berlanjut tanpa dapat dicegah lagi.
Dengan melihat kondisi rakyat Indonesia saat itu maka timbulah beberapa
kelompok yang terdiri dari kalangan mahasiswa dan pihak universitas untuk
menentang kebijakan pemerintahan Soeharto, yang dilakukan dalam bentuk
diskusi dan aksi demonstrasi. Diskusi para mahasiswa pada tanggal 24-27
Oktober 1977 di Kampus ITB menghasilkan suatu rumusan tentang masalah
masalah kenegaraan yang mencakup bidang Ideologi, Politik, Ekonomi dan Sosial
Budaya serta penilaian terhadap kepemimpinan nasional. Namun, keputusan yang
paling berani dari pertemuan itu adalah lahirnya apa yang dikenal dengan ”Ikrar
mahasiswa Indonesia” yang jelas ditujukan sebagai ”serangan” terahadap
kepemimpinan nasional. Salah satu poin dari ”Ikrar mahasiswa Indonesia”